Teori Tentang Tingkat Upah Menurut Para Ahli
Sebagai seorang tenaga kerja, maka pekerja berhak untuk mendapatkan balas jasa atau upah sesuai dengan pengorbanannya. Pemberian upah oleh pengusaha terhadap tenaga kerja sangat menentukan tinggi rendahnya penghasilan suatu perusahaan. Dimana pada dasarnya upah merupakan sumber utama penghasilan. Oleh sebab itu, upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup karyawan dan keluarganya dengan wajar. Kewajaran dapat dinilai dari dan diukur dengan kebutuhan hidup minimum (Simanjuntak, 1998: 132).
Dalam perekonomian modern terdapat persatuan – persatuan pekerja yang selalu mempertahankan dan memperjuangkan perbaikan nasib pekerja. Usaha ini termasuk menjaga agar para pekerja diberi upah yang wajar. Persatuan pekerja akan selalu menentang setiap usaha untuk menurunkan tingkat upah yang dibayarkan kepada pekerja. Kekuasaan ini menyebabkan tingkat upah tidak mudah diturunkan (Sukirno, 2000: 79).
Untuk Indonesia, kebijakan penetapan Upah Minimum Regional (UMR) beserta peningkatannya setiap periode merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya kekakuan untuk dapat bergerak turun. Jika mekanisme pasar dibiarkan bekerja dengan sendirinya tanpa intervensi atau campur tangan pemerintah yang menyebabkan kekakuan upah maka akan sesuai dengan asumsi Model Klasik pada kondisi Full Employment (Wirakarthausumah, 1999: 22).
Penetapan upah minimum merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup pekerja, diarahkan agar penentuan besarnya mengacu kepada terpenuhinya KHM. Ini sesuai dengan standar Internasional bahwa upah minimum yang ditetapkan harus mampu memenuhi kebutuhan hidup minimum (BPS, 2000: 13).
Pada pasar tenaga kerja eksternal, tingkat upah tenaga kerja ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran tenaga kerja. Tingkat upah biasanya akan m eningkat seiring dengan kenaikan status jabatan pekerja (Santoso, 2012: 135 ).
Upah adalah suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan/jasa yang telah dan akan dilakukan, dinyatakan/dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut persetujuan, undang – undang, peraturan-peraturan serta biaya atas dasar perjanjian kerja dan penerima kerja (Tulus, 2001: 6).
Upah riil yang diterima tenaga kerja terutama tergantung kepada produktivitas dari tenaga kerja tersebut. Data mengenai kenaikan upah di berbagai negara, terutama dinegara – negara maju, menunjukan bahwa terdapat kaitan yang erat antara kenaikan upah riil pada pekerja dengan kenaikan produktivitas mereka (Sukirno, 2011: 352).
Tinggi rendahnya harga barang, jasa ditentukan permintaan, penawaran, pasar akan barang, jasa yang bersangkutan, harga tenaga kerja yang biasa disebut juga sebagai upah. Dimana tinggi rendah nya upah ditentukan oleh permintaan, penawaran pasar akan tenaga kerja yang bersangkutan (Soediyono, 2000: 108).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam penetapan kebijaksanaan struktur dan tingkat gaji dan upah oleh perusahaan kepada pegawainya adalah sebagai berikut ( Isyandi, 2004: 108) :
1. kondisi pasar kerja
Tingkat gaji dan upah dapat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja.
2. peraturan pemerintah
Berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, misalnya adalah bentuk undang-undang, peraturan pemerintahan dan keputusan menteri tenaga kerja atau peraturan lainnya, harus diperhatikan oleh setiap organisasi yang akan merancang sistem kompensasinya. Di Indonesia salah satu ketentuan yang harus diikuti adalah peraturan tentang Upah Minimum Regional (UMR) yang secara berkala direvisi oleh pemerintah sesuai dengan kondisi yang sedang berkembang.
3. Kesempatan Kerja
Keberadaan serikat pekerja menungkinkan terjadinya perundingan antara pekerja dengan pihak manajemen, baik tentang jenis, struktur maupun tingkat upah.
Penetapan upah minimum bergantung pada situasi dan kondisi pendapatan nasional. Juga dikaitkan dengan keadaan perekonomian di setiap provinsi atau kabupaten. Aspek –aspek yang menjadi acuan dalam upah minimum antara lain (Jehani, 2008:16):
1. KebutuhanHidupManusia (KHM)
2. IndeksHargaKonsumen (IHK)
3. Kemampuan dan perkembangan serta kelangsungan perusahaan.
4. Upah pada umumnya Yang berlaku di daerah yang berlaku tertentu dan antar daerah.
6. Kondisi pasar kerja dan tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan perkapita.
Upah minimum adalah upah terendah yang harus diterima setiap kali seseorang bekerja pada orang lain. Pasal 92 No. 15 tahun 2005 memberi amanat kepada perusahaan untuk menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, masa kerja, pendidikan dan kompentensi. Pengusaha juga secara berkala melakukan peninjauan upah dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitasnya. Kebijakan pengusaha untuk menyusun struktur dan skala upah sangat diharapkan agar tidak terjadi kesenjangan antara pekerja disetiap level dan sekaligus mencegah kecemburuan antar sesama pekerja (Jihani, 2008:17).
Dalam peraturan ketenagakerjaan, kita juga mengenal upah minimum yang diatur peraturan menteri tenaga kerja No-01/MEN/1999. Pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa “upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap ”.Maka dari upah minimum ini adalah sebagai jaring pengaman terhadap pekerja / buruh supaya tidak dieksploitasi dalam bekerja dan mendapat yang memenuhi kebutuhan hidup minimum (Nugroho, 2005:28).
b. Tenaga Kerja
Dumairy dalam Hafid (2014: 27) secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua golongan tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara satu negara dengan negara yang lain, seperti di Indonesia batas usia kerja minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum, jadi setiap orang atau semua penduduk yang sudah berusia 10 tahun tergolong sebagai angkatan kerja.
Untuk membangun suatu perekonomian, kualitas sumber daya manusia khususnya tenaga kerja harus menjadi pusat perhatian karena merupakan subjek dan objek dari pembangunan. Tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting disamping sumber daya alam, modal dan teknologi. Bila ditinjau secara umum, maka tenaga kerja adalah menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang atau jasa dan mempunyai nilai ekonomis yang dapat berguna bagi kebutuhan masyarakat. Secara fisik, kemampuan bekerja diukur dengan usia atau dengan kata lain orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja (Badan Pusat Statistik, 2005: 29).
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15- 64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka, dan jika mereka berpartisipasi dalam aktifitas tersebut (Mulyadi Subari, 2003: 57).
Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat atau berusaha dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa (Wirosuhardjo, 2000: 193).
Menurut Djojohadikusumo dalam Riska (2016: 25) tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja, termasuk mereka yang menganggur meskipun bersedia, sanggup bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja. Untuk menggolongkan penduduk dalam golongan tenaga kerja atau bukan tenaga kerja, dapat dilihat dari kemampuan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Semua penduduk yang memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas bekerja dapat digolongkan dalam kelompok tenaga kerja.
Berdasarkan hasil survey Biro Statistika Tenaga Kerja menempatkan setiap orang dewasa (16 tahun atau lebih) dari setiap rumah tangga yang disurvei kedalam salah satu dari tiga kategori yaitu bekerja, tidak bekerja, tidak berada dalam angkatan kerja. Seseorang dikategorikan bekerja apabila menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja dan mendapatkan upah. Seseorang dikategorikan tidak bekerja apabila ia tidak bekerja untuk sementara waktu atau sedang mencari pekerjaan. Seseorang yang tidak termasuk kedalam dua kategori tersebut, seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, atau pensiunan, tidak termasuk kedalam kedalam angkatan kerja (Mankiw, 2002: 133).
Mulyadi dalam Riska (2016: 26) menyatakan bahwa tenaga dapat kerja didefinisikan sebagai semua penduduk dalam usia kerja (berusia 15 – 64 tahun) atau jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. Usia kerja yang dimaksud adalah usia dimana umumnya seseorang sudah mampu atau masih mampu melakukan suatu pekerjaan.
Menurut Sastrohardiwiryo dalam Riska (2016: 27) dengan posisinya sebagai faktor produksi, tenaga kerja adalah salah satu unsur dari perusahaan yang memiliki peran yang sangat penting dalam operasional perusahaan. Oleh karena itu unsur tenaga kerja tidak bisa dipisahkan dengan unsur lain dalam proses produksi. Tanpa adanya tenaga kerja, faktor produksi alam dan faktor produksi modal tidak dapat digunakan secara optimal. Maka untuk mewujudkan tujuan dari kegiatan usaha, diperlukan tenaga kerja sebagai perencana sekaligus pelaku kegiatan usaha. Meskipun pada jaman sekarang ini perusahaan lebih banyak menggunakan mesin untuk menggantikan peran tenaga kerja dalam proses produksi, hal ini tidak dapat menghapus peran penting tenaga kerja dalam keseluruhan kegiatan usaha.
Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara pertumbuhan industri dengan kesempatan kerja adalah dengan menggunakan konsep elastisitas. Yang dimaksud elastisitas adalah perubahan jumlah yang diminta diakibatkan oleh perubahan harga. Elastisitas terbagi dua yaitu elastisitas permintaan dan elastisitas penawaran. Yang dimaksud elastisitas pemintaan adalah suatu pengukuran kuantitatif yang menunjukkan sampai dimana besarnya pengaruh perubahan harga keatas perubahan permintaan. Elastisitas penawaran adalah suatu pengukuran kuantitatif yang menunjukkan sampai dimana besarnya pengaruh perubahan harga keatas perubahan penawaran (Sukirno, 2010: 103).
c. Konsep Kesejahteraan
Tingkat kepuasan dan kesejateraan adalah pengertian yang saling pengertian. Tingkat kepuasan menuntukan kepada keadaan individu atau kelompok, sedangkan tingkat kesejahteraan mengacu kepada keadaan komunitas luas atau masyarakat luas. Kesejahteraan adalah kondisi agriget dari kepuasan – kepuasan individu.
Menurut Undang- undang No. 11 tahun 2009, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhuinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat mengembangkan fungsi sosial. Permasalahannya kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan martabat.
Konsep kesejahteraan dapat dirumuskan sebagai makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empat indikator yaitu sebagai berikut :
1. Rasa aman
2. Kesejahteraan
3. Kebebasan
4. Jati diri
Biro pusat statistik Indonesia tahun 2000, menerangkan bahwa guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah. Ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran antara lain adalah:
1. Tingkat pendapatan keluarga
2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non pangan
3. Tingkat pendidikan keluarga
4. Tingkat kesejahteraan keluarga
5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga
Menurut (Todaro 2003 : 56), kesejahteraan masyarakat menengah kebawah dapat di presentasikan dari tingkat hidup masyarakat. Tingkat hidup masyarakat ditandai dengan di rentaskanya dari kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan tingkat produktifitas masyarakat. Hasil Survai Biaya Hidup (HSB) Tahun 1989 yang di lakukan BPS membuktikan bahwa semakin besar jumlah keluarga semakin besar proporsi pengeluaran keluarga untuk makanan dari pada untuk bukan makanan. Ini berarti semakin kecil jumlah anggota keluarga semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuha makan, dengan demikian jumlah anggota keluarga secara langsung mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga.
Dalam memahami tingkat kesejahteraan pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tingkat kesejahteraan antara lain:
1)Sosial ekonomi rumah tangga
2)Struktur kegiatan ekonomi yang struktural yang menjadi dasar kegiatan produksi rumah tangga atau masyarakar
3)Potensi sumber regional
4)Kondisi kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan pemasaran pada skala lokal, regional dan global.
Sedangkan dalam istilah umum, sejahtera menuntukkan keadaan yang baik, kondisi manusia dimana orang – orangnya dalam keadaan makmur, sehat dan damai dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera memiliki arti khusus resmi atau teknikel seperti fungsi kesejahteraan sosial.
Pengertian keluarga sejahtera menurut UU No 10 Tahun 1992 merupakan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dengan masyarakat dan liungkungan (BKKBN 1992 diacu oleh Nuryani 2007), kesejahteraan keluarga akan tercapai apabila memiliki ketahanan yang kuat.
Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator yang digunakan untuk mengrtahui tingkat kesejahteraan ada delapan yaitu pendapatan, konsumsi, atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukan anak kejejang pendidikan, dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.
d. Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
Standar kebutuhan hidup layak (KHL) adalah dasar dalam penetapan upah minimum. Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) merupakan komponen – komponen pemenuhan kebutuhan hidup sehari – hari yang dibutuhkan oleh seorang pekerja lajang selama satu bulan. KHL sendiri diatur dalam Permenakertrans No. 17/2005 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan penciptaan KHL, yang menyatakan bahwa KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang buruh atau lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan satu bulan, dan berlaku bagi buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun (Pasal 4). Komponen KHL adalah kebutuhan dasar yang meliputi: Pangan (makanan dan minuman 11 jenis), Papan (perumahan dan fasilitas 19 jenis), Sandang (9 jenis), Pendidikan (1 jenis), Kesehatan (3 jenis), Transportasi (1 jenis), Rekreasi dan Tabungan (2 Jenis).
0 Response to "Teori Tentang Tingkat Upah Menurut Para Ahli"
Posting Komentar