EKONOMI PERKOTAAN
Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek yang sangat terasa adalah semakin sulitnya memenuhi kebutuhan perumahan atau tempat tinggal bagi penduduk. Hal itu disebabkan karena terbatasnya kemampuan untuk membangun perumahan yang layak serta semakin terbatasnya lahan perkotaan untuk membangun permukiman yang mencukupi dan memenuhi syarat.
Dalam pembangunan nasional yang telah dilaksanakan, berbagai masalah telah dihadapi. Salah satu diantaranya adalah masalah kependudukan. Hal ini ditandai dengan pertambahan penduduk yang penyebarannya secara proporsional tidak merata, perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) yang menimbulkan problema sosial, ekonomi, politik dan budaya bagi kota yang didatangi dan desa yang ditinggalkan serta struktur penduduk yang lebih membesar pada usia muda.
Penduduk yang semakin bertambah disertai arus urbanisasi yang tinggi, maka masalah pembangunan dalam hal ini penyediaan sarana permukiman menjadi semakin mendesak, terutama di daerah perkotaan. Di sisi lain, dengan bertambah pesatnya pembangunan kota, dengan arus urbanisasi yang tinggi dibarengi dengan terjadinya kecenderungan meningkatnya pembangunan industri baru menyebabkan bertambahnya beban bagi lingkungan perkotaan. Pembukaan industri baru menyebabkan semakin berkurangnya lahan untuk permukiman. Tingginya harga tanah di pusat kota serta rendahnya pendapatan perkapita menyebabkan masyarakat cenderung mencari areal permukiman di daerah pinggiran kota dengan lingkungan yang tidak memadai serta sarana penunjang yang sangat minim.
Sebagai konsekwensi dari keadaan di atas maka banyak orang yang terpaksa membangun di atas tanah yang tidak direncanakan semula. Keadaan itu menjadikan lingkungan perumahan tidak teratur dan tidak memiliki prasarana yang jelas seperti jalan lingkungan, sumber air bersih, saluran pembuangan air kotor, persampahan dan sebagainya.
Suatu daerah permukiman yang tidak memiliki prasarana yang memadai akan menimbulkan berbagai masalah baik ditinjau dari segi kesehatan, keindahan dan kenyamanan, maupun dari segi hukum yang berlaku. Dengan demikian maka tidaklah mengherankan jika pada suatu permukiman kumuh timbul berbagai kasus dengan jumlah dan jenis yang cukup tinggi.
Walaupun keadaan seperti di atas telah dipahami sepenuhnya oleh semua pihak yang berkompeten, namun kemampuan untuk mengatasinya masih sangat dibatasi oleh berbagai faktor. Akibatnya keadaan seperti itu masih banyak dijumpai bukan saja di daerah-daerah perkotaan, akan tetapi juga pada daerah pedesaan. Di kota-kota besar permukiman kumuh tumbuh secara liar pada umumnya di wilayah pinggiran kota atau pada daerah permukiman lama yang tidak terkendali dengan baik. Juga banyak ditemukan di tempat-tempat yang sebelumnya bukan merupakan wilayah permukiman, namun setelah terjadi perkembangan yang tumbuhan kota maka tempat tersebut berubah menjadi wilayah permukiman yang tumbuh secara liar. Keadaan seperti itu biasanya banyak dijumpai pada tempat-tempat pembuangan sampah kota, atau pada daerah yang berawa-rawa dan telah ditimbuni.
Pembangunan perumahan rakyat dewasa ini memang mendapat perhatian yang besar dari pemerintah dalam rangka memenuhi salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Pembangunan rumah rakyat di prioritaskan pada masyarakat yang berpenghasilan rendah, mengingat kebutuhan mereka akan tempat tinggal yang mendesak, terutama di daerah perkotaan sehingga dapat dihindari tumbuhnya permukiman. Permukiman kumuh yang lebih banyak lagi.
Para penghuni permukiman kumuh bersikeras menempati tempat itu karena memberikan kemungkinan kepada mereka untuk tetap hidup dan tinggal di kota. Kawasan hunian mereka yang terletak di tengah atau di pinggiran kota memberikan aksesibilitas terbaik untuk menuju ke tempat kerja atau tempat mencari nafkah. Oleh karena itu umumnya mereka bekerja atau mencari nafkah di sektor informal yang tempatnya di tengah atau di pinggiran kota. Oleh sebab itu peremajaan lingkungan yang menggusur mereka tidak akan menjawab permasalahan, sebab mereka akan kehilangan akses menuju tempat pekerjaan gilirannya akan menimbulkan berbagai kerawanan sosial .
Pembenahan lingkungan permukiman yang diharapkan oleh para penghuni tentunya adalah pembangunan fasilitas hunian yang memenuhi syarat-syarat kebersihan, kesehatan, keamanan dan syarat lainnya namun masih dapat terjangkau oleh kemampuan penghasilan mereka. Pembangunan menyebabkan biaya hidup menjadi lebih tinggi, tidak dikehendaki karena akan mengakibatkan mereka tergusur dan digantikan oleh kelompok lain yang lebih mapan.
Salah satu komponen dalam program kota yaitu masalah kesehatan. Program pelaksanaannya dititikberatkan pada penyehatan- lingkungan permukiman melalui swasembada masyarakat demi tercapainya tujuan pembangunan nasional, yakni terbinanya manusia Indonesia seutuhnya yang sehat fisik, mental maupun keadaan sosialnya. Untuk menciptakan kesempatan hidup sehat bagi ma¬syarakat dimanapun mereka berada, sangat erat hubungannya dengan upaya peningkatan mutu lingkungan hidup dan perubahan perilaku kesehatan.
Menurut Kirmanto (2002), isu-isu perkembangan permukiman yang ada pada saat ini adalah (1) perbedaan peluang antar pelaku pembangunan yang ditunjukkan oleh ketimpangan pada pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, perumahan dan ruang untuk kesempatan berusaha; (2) konflik kepentingan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak pada suatu kelompok dalam pembangunan perumahan dan permukiman; (3) alokasi tanah dan ruang yang kurang tepat akibat pasar tanah dan perumahan yang cenderung mempengaruhi tata ruang sehingga berimplikasi pada alokasi tanah dan ruang yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan lain dan kondisi ekologis daerah yang bersangkutan; (4) terjadi masalah lingkungan yang serius di daerah yang mengalami tingkat urbanisasi dan industrialisasi tinggi, serta eksploitasi sumber daya alam; dan (5) komunitas lokal tersisih akibat orientasi pembangunan yang terfokus pada pengejaran target melalui proyek pembangunan baru, berorientasi ke pasar terbuka dan terhadap kelompok masyarakat yang mampu dan menguntungkan.
Kirmanto (2002) juga menyebutkankan isu-isu perkembangan pembangunan permukiman yang akan datang ialah (1) urbanisasi di daerah tumbuh cepat sebagai tantangan bagi pemerintah untuk secara positif berupaya agar pertumbuhan lebih merata; (2) perkembangan tak terkendali daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh; dan (3) marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global.
Pengertian kota secara sistematis dapat dikelompokkan menjadi enam tinjauan, yakni dari segi (1) yuridis administratif, (2) morfologikal, (3) jumlah penduduk, (4) kepadatan penduduk, (5) jumlah penduduk plus kriteria tertentu, dan (6) fungsi kota dalam suatu organic region (Yunus 1989). Menurut Bintarto (1983), kota dari segi geografi dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan meterialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.
Menurut Yunus (1987), permasalahan permukiman perkotaan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan upaya penyediaan air bersih, sistem pembuangan sampah, sistem pembuangan kotoran, air limbah, tata bangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya kebakaran, serta pencemaran air, udara, dan tanah. Bintarto (1983) melihat kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup kota dari dua segi, yakni (1) dari segi fisis, berupa gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam, seperti air yang sudah tercemar dan udara yang sudah tercemar, serta (2) dari segi masyarakat atau segi sosial, berupa gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri dan dapat menimbulkan kehidupan yang tidak tenang dan tidak tenteram. Masalah yang dihadapi dalam pembangunan perumahan di daerah perkotaan adalah luas lahan yang semakin menyempit, harga tanah dan material bangunan yang dari waktu kewaktu semakin bertambah mahal, serta kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Kondisi semacam ini mempengaruhi kuantitas dan kualitas perumahan, bahkan seringkali menumbuhkan pemukiman kumuh (Keman 2005).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman Pasal 3 menyatakan bahwa penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 selanjutnya merumuskan tujuan penataan perumahan dan permukiman, yaitu untuk (1) memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat; (2) mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur; (3) memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional; dan (4) menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidang- bidang lain.
Dengan mengacu urgensi pembangunan perumahan dan permukiman, masalah penyediaan perumahan dan permukiman bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, sesungguhnya perlu menjadi prioritas dalam kebijakan perumahan dan permukiman nasional.
Hal ini dikarenakan kebutuhan perumahan yang mendesak pada saat ini lebih dirasakan oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Diperlukan upaya melalui strategi kebijakan yang terfokus dan menyeluruh untuk menangani persoalan penyedoaan perumahan dan permukiman yang rseponsif dan berkelanjutan.
Pertama, melembagakan sistem penyelenggaraan yang transparan yang partisipatif dengan mengedepankan strategi pemberdayaan. Kebijakan ini didasarkan pada hakikat pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman adalah merupakan tanggung jawab masyarakat pada umunya.
Sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU No.4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, setiap warga Negara mempunyai keawjiban dan tanggung jawab untuk berperan serta didalam pembangunan perumahan dan permukiman, dan pada pasal 29 juga dinyatakan bahwa setiap warga Negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya berperan serta di dalam pembangunan perumahan dan permukiman. Permasalahannya adalah belum didayagunakannya potensi masyarakat secara optimal, termasuk dunia usaha tersebut. Pengembangan kelembagaan diarahkan sehingga dapat menurunkan biaya produksi ramah, seperti melalui pancapaian perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pemeliharaan dan rehabilitasi perumahan, prasarana dan sarana dasar permukiman yang efektif dan afisien., pengembangan dan mendorong ketersediaan bahan-bahan dasar bangunan yang diproduksi daerah secara terjangkau, serta peningkatan kapasitas local didalam menhasilkan bahan bangunan dan teknologi konstruksi yang sehat dan ramah lingkungan.
Kedua, mamantapkan system pembiayaan dan peningkatan kualitas pasar perumahan termasuk pemupukan dana jangka panjang untuk perumahan dan permukiman. Pada saat ini kita masih menghadapi belum efisiennya pasar primer, yang menyebabkan harga rumah yang masih belum secara mudah dijangkau oleh masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. Kondisi ini perlu ditekan dengan berbagai peningkatan efektivita system pembiayaan perumahan dan penyempurnaan mekanisme pembiayaan perumahan. Oleh karenanya, diperlukan peningkatan mobilisasi pembangunan dan pengembangan akses kredit pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk peningkatan kemudahan mekanisme sistem kredit dibidang pembiayaan perumahan.
Ketiga, mengembangkan syitem bantuan perumahan dan permukiman sebagai insentif bagi pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat yang responsif terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman. Perumahan dan permukiman merupakan persoalan strategis dan masih belum mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Karenanya, untuk memacu laju pembangunan perumahan dan permukiman, perlu dikembangkan sistem intensif, yang diharapkan mampu mendorong berbagai pelaku pembangunan, baik lembaga formal maupun informal untuk terlibat secara aktif. Upaya yang dikmebangkan antara lain melalui pengembangan program bantuan perumahan bagi para pelaku pembangunan yang responsive didalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
Keempat, meningkatkan pelayanan dan pasokan kecukupan kebutuhan lahan untuk perumahan dan permukiman. Beberapa upaya yang ada pada saat ini terus didorong adalah melalui pengembangan wawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba) di daerah termasuk Lisiba sendiri (Lisiba BS). Kasiba/Lisiba ini disusun berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten atau Kota dan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah yang telah ditetapkan melalui peraturan daerah.
Kasiba dan Lisiba tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan kawasan permukiman skala besar secara terencana sebagai bagian dari kawasan, khususnya diperkotaan, mulai dari kegiatan seperti penyediaan tanah siap bangun dan kaveling tanah matang, serta penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, termasuk utilitas umum, secara terpadu dan efisien dan pelembagaan manajemen kawasan yang efektif. Penyelenggaraan Kasiba Lisiba dengan manajemen usaha yang efektif diharapkan akan mampu berfungsi sebagai instrument untuk mengendalikan tumbuhnya lingkungan perumahan dan permukiman tang tidak teratur dan cenderung kumuh melalui peremajaan kawasan perkotaan.
Kelima, mengembangkan inovasi dan pendayagunaan teknologi material bahan bangunan, sistem konstruksi perumahan layak dan terjangkau, serta pelestarian arsitektur perumahan yang berbasis pada kondisi local dalam rangka memperkuat jati diri bangsa. Penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat ekonmi lemah tidak terlepas dari dukungan ketersediaan teknologi konstruksi termasuk material bangunan untuk perumahan.
Upaya inovatif perlu dikembangkan dalam rangka mendukung aspek keterjangkuan masyarakat umum terhadap system penyediaan perumahan dan permukiman yang ada. Disamping itu, kagiatan yang bersifat inovatif untuk memenuhi hakikat perumahan dan permukiman dalam rangka perwujudan lingkungan yang serasi dan berkelanjutan yang mampu mengatur keseimbangan aspek social, ekonomi dan lingkungan sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat yang akan memperkuat jati diri bangsa, termasuk dalam mendukung terwujudnya keseimbangan hubungan antar daerah.
Keenam, mengembangkan system informasi dan jarring komunikasi yang efektif yang dapat diakses secara mudah, khususnya oleh masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. (Sugandhy, A dan R. Hakim. 2007)
Daftar Pustaka
http://alramadona.blog.ugm.ac.id/2008/08/27/permasalahan-permukiman-perkotaan/
http://linajuntak.blogspot.co.id/2014/04/masalah-permukiman-kumuh-perkotaan.html
Bintarto, R. 1983. Interaksi Desa-Kota. Jakarta: Ghalia Indonesia
Keman, S. 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2 (1): 29-42. Surabaya: Universitas Airlangga
Kirmanto, D. 2002. Pembangunan Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan Lingkungan Strategis dalam Pencegahan Banjir di Perkotaan [internet], diperoleh dari [diakses 20 November 2007]
Yunus, H.S. 1987. Geografi Permukiman dan Permasalahan Permukiman di Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM
Yunus, H.S. 1989. Subject Matter dan Metode Penelitian Geografi Permukiman Kota. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM
http://bojhezjanur.blogspot.co.id/2012/02/kebijakan-pemerintah-tentang-lingkungan.html
0 Response to "EKONOMI PERKOTAAN "
Posting Komentar